Penayangan bulan lalu

Rabu, 21 Desember 2011

berdialog dengan ayah..


sudah enam belas tahun lamanya..
dan akupun tak menyadarinya..
begitu cepat semua itu berlalu..
terkadang aku berharap, aku akan selalu menjadi gadis kecil yang selalu dalam pelukan dan buaian Ayah dan Ibuku.. tetapi waktu terus berlalu, dan aku takkan pernah bisa menghentikannya..

***

dalam kehidupan yang singkat ini, selalu ada ujian, rintangan dan cobaan yang menghadang dan menguji iman dan hati ini. Hal itulah yang lebih mudah aku sebut dengan,
Fase Kehidupan..

Semua fase itu bermulai saat seorang bocah kecil mulai memasuki dunia masa remajanya. Bagi sebagian orang, masa remaja merupakan masa penuh kebahagiaan, impian, kebebasan dan penuh mukzizat terjadi disana. Tetapi tidak bagi sebagian orang lainya, masa remaja merupakan masa penuh kegalauan, kebimbangan, dan berbagai macan konflik batin terjadi disana, dan mungkin aku merupakan salah seorang yang beranggapan seperti itu.
Masa remajaku mungkin tak diwarnai oleh konflik fisik dengan makhluk sosial lainnya, tetapi justru selalu terdapat konflik dalam benak dan perasaanku..

Fase Pertama

Saat pertama kali seorang bocah baru memasuki dunia remajanya..

Mungkin bagi sebagian besar orang fase ini paling mudah untuk dianalisa secara fisik, tetapi tak seluruh orang dapat menganalisa secara emosional. Perasaan itu berbeda beda kadarnya, tergantung pola pemikiran dan karakteristik individu yang bersangkutan.

Selalu saja ada perasaan tidak enak dan kegalauan yang bergemuruh di hati dan pikiranku. Aku tak dapat menjelaskan dan menerjemahkan arti kekalutan itu. Sungguh tak dapat dijelaskan dengan katakata, semua itu berkecamuk di hatiku tanpa kutahu apa penyebabnya. Hanya satu yang ku tahu..

Rasanya benar benar tak enak dan membuat ku gusar takkaruan..

Aku bertanya kepada Bapakku,salah seorang yang benar benar berarti dalam hidupku..

Beliau pun menjawab sambil memangku ku dipelukannya, seraya membelaikan tangannya yang kasar dan penuh kapalan akibat bekerja terlalu keras untuk menafkahi keluarga yang dicintainya, tetapi tangan itu terasa sangat lembut olehku, bahkan hingga menyentuh relung hatiku yang sedang bergemuruh takkaruan.

“Anakku setiap orang pasti akan mengalami semua hal itu, dan itulah bagian dari kehidupan yang harus dilewati dan dijalanni oleh setiap orang, dan saat ini kau sedang menjalaninnya, tak usah kau bersedih hati, karena kau tak pernah sendirian, ada aku ayahmu, yang selalu ada disampingmu dan menemanimu, berdirilah di pundaku, jika kau tak dapat menahan beban dan tekanan ini sendirian”

Aku bertanya kembali dengan nada polos dan mata yang berkaca-kaca, tapi masih dapat ku tahan,

“apakah, ade akan jadi orang dewasa sekarang?”

Beliau menjawab dengan tatapan lembut dan senyum tipis di bibirnya,

“tepat nya remaja anakku, mulai saat ini kau telah menjadi lebih dewasa dan harus mempertanggung jawabkan semua perbuatan mu, karena kau telah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang benar”

Aku menjawab dengan suara parau, dan tak dapat lagi kubendung air mataku,

“ade ga mau jadi remaja, Pak. Nanti kalau ade sudah besar, pasti Bapak gak mau lagi sayang sama ade kan?” tak dapat kutahan lagi semua seluruh emosi, ketakutan dan air mata ini, hingga membanjiri pipi ini, sampai membuatku sesenggukan.

Beliau langsung memeluku dan membiarkan aku menagis di dadanya, di dalam peluknya, hingga aku tenang.

Sesudah semuanya mereda, beliau memegang pundaku dan menatap dalam kearah kedua pupil mataku, dan berkata singkat, tetapi sangat bermakna bagiku, membuat ku tenang dari segala kegalauan dan ketakutan yang tak beralasan.

“ade, walaupun saat ini atau suatu saat nanti, kau telah beranjak dewasa dan bukan ade yang kecil lagi, ade tetap anak bapak, gadis kecil kesayanganku”

Aku semakin menangis sejadi jadinya, Beliau pun menggendong dan memeluku dengan erat dalam dekapannya yang hangat.

Ayah sampai kapan pun berjanjilah, jangan pernah kau tinggalkan aku sendirian walau hanya di dalam hatimu.

***

Fase selanjutnya..

Saat seorang remaja memasuki dunia nya yang baru, mulai berfikir lebih matang dan mulai meninggalkan segala kelabilannya, mulai dapat menempatkan diri di posisi orang lain, dan mulai memasuki dunia sosialisasi yang luas dimana heterogenitas agen sosialisasi lebih kompleks disana..
dan yang terpenting, mulai belajar.. belajar memahami esensi kehidupan yang sesungguhnya..

Kukira semua telah berakhir, aku telah lulus dan memenangkan konflik perasaan ini, tapi ternyata belum. Selama jantung ini masih berdegup, selama syaraf ini masih berfungsi, semua fase itu akan terus berlangsung, terus terus dan terus, semakin lama tingkatan dan kompleksitas nya makin berat dan rumit.

Walau satu fase telah dapat ku lewati, tapi aku harus mengakuinya bahwa aku belum dapat menahan dan memikul gejolak dan perasaan ini sendirian, aku masih terlalu lemah untuk melangkah sendirian, aku belum cukup kuat untuk berpijak dan meraba kehidupan, aku masih membutuhkan pijakan dan pegangan.. 

dan aku masih mempercayakan semua itu padamu Ayah..

dalam kabut kegusaran dan kegalauan yang menyelimuti hati dan pikiran ini, aku kembali bertanya dan mencurahkan seluruh keluh resahku pada mu, ayah..

***

sudah sebulan aku dan ayahku harus berpisah, dan selama itulah aku menahan semua keresahan dan badai yang bergemuruh itu dalam hatiku sendiri.. perasaan itu datang lagi.. mungkin sudah saat nya ujian itu datang kembali untuk mengevaluasi iman dan mental yang lemah ini..

saat beliau datang aku tak tega untuk meluapkan dan mencurahkan rasa ini kepadanya. Guratan kelelahan masih sangat jelas terukir di wajah dan sekujur tubuhnya, karena ia berjuang mati matian disana, empat pekan lamanya beliau harus berjuang, bekerja keras dari subuh hingga larut, berjuang melawan rasa kesepian dan rindu yang bergejolak untuk kembali bertemu dengan anak dan istrinya yang dipisahkan ribuan mil jaraknya. Aku berfikir, betapa tak bergunanya diriku ini, aku hanya bisa mempersembahkan keluh dan resahku kepadanya..

tapi tenang pak, suatu saat nanti aku akan ku tebus setiap tetes peluh keringatmu, aku akan membuatmu tersenyum, tersentum bangga menatap ku, menatap anakmu ini, anakmu yang lemah, manja, dan selalu merepotkanmu selama ini..

***

aku diam, seolah olah tak terjadi apapun..

aku memang tak pintar mengekspresikan sesuatu..

tetapi aku lebih tak pandai menyembunyikan sesuatu yang bahkan hanya ada dalam benakku.
Terutama padanya..

“naluri bapak, menangkap suatu indikasi bahwa anak kesayanganku sedang diliputi perasaan gundah yang besar, apa benar begitu de’?”

Sambil menunduk aku menjawab “ehmm.. mungkin bisa dibilang begitu pak.”

“ade merasa, semakin umur kita bertambah kompleksitas dan masalah hidup yang datang itu semakin rumit dan kusut pak, sulit untuk ditarik ujungnya”

Dengan suara dan kharisma nya yang khas beliau menjawab, 

“Nah, itulah manusia de’, terkadang kita-lah yang memperumit dan membuat suatu permasalahan semakin pelik, runyam dan larut, tetapi jika kita bisa lebih bersabar , berfikir lebih bijak dan tenang, serta selalu berkhusnuzon, insyaAlloh semuanya diberikan kemudahan dan jalan keluar, 
Dan satu lagi anakku renungkanlah, jika kau merasa semakin lama cobaan dan ujian yang datang itu semakin berat, berarti Alloh telah mempercayakan sesuatu yang lebih besar kepadamu, engkau telah lulus ujian dari tahap yang lalu dan memasuki tingkatan yang lebih tinggi jika kau dapat melaluinya dengan ikhlas, sabar dan bijak,
Jangan habiskan energy dan pikiranmu untuk memikirkan hal-hal yang dapat menjatuhkan dirimu dan selalu berburuk sangka, semua itu tidak akan menyelesaikan masalah-masalah mu, justru akan membuatmu semakin larut di dalamnya,
Jalani saja, dan biarkan semua itu mengalir, ojo kemerungsung ndo . Tetapi kita harus dalam keadaan berusaha dan berdoa, dan jangan lupa bertawakal, serahkan dan kembalikan semuanya kepada Alloh, ketahuilah bahwa Alloh tidak pernah memberikan cobaan diluar kemampuan hamba-Nya”

Aku diam merenung, tersenyum dan mengangguk-angguk, tetapi masih penasaran dengan pertanyaan yang mengganjal dalam hati ini.

“kenapa ya pak orang hidup itu ga ada istirahatnya, selalu ada aja cobaan dan sesuatu yang harus diperjuangkan”

Beliau tersenyum dan menjawab pertanyaanku, dengan nada yang sangat menyejukan hati ini..

“anaku, itulah hidup, tak ada sesuatu pun yang instan dan cuma-cuma dalam hidup ini, semua harus diperjuangkan, itu sudah bagian dari hukum alam. De’ jika bapak analogikan hidup itu bagaikan roda, roda yang harus kita kayuh sekuat tenaga untuk mencapai tujuan yang akan kita capai dalam dunia ini. Selama kita hidup berarti selama itu pula lah kita harus tetap mengayuh pedal kehidupan, dengan cara apa?, dengan cara selalu dalam keadaan berdoa, berusaha dan bersyukur, agar kita sampai pada tujuan kita, yaitu kebahagian, bukan hanya di dunia anakku tetapi di akhirat kelak”

“dan terkadang pasti terasa sulit dan berat untuk mengayuhnya karena pasti selalu saja ada masalah dan cobaan yang datang menghadang, mulai dari batu kerikil bahkan hingga batu besar yang tak jarang membuat kita tersandung dan jatuh tersungkur, belum lagi rantai yang macet dan rem yang putus.
Jika kita aplikasikan dalam kehidupan kita harus selalu berusaha memperkecil semua halangan itu dengan selalu memperhatikan langkah dan jalan kita agar tak tersandung dari kerikil dan batu-batu kehidupan dengan cara selalu mengintropeksi dan bermuhassabah diri.
kita harus melumasi rantai kehidupan dan hati ini agar tidak macet dan terputus dengan cara selalu melumasinya dengan pelumas yang terbaik yaitu kesabaran, keikhlasan,dan kekhusyukan.
Kita harus menjaga kepakeman rem diri kita dengan prinsip yang berorientasi dan telah digariskan oleh ajaran agama kita, kau bisa memahaminya anak kesayanganku?”

Tiba tiba saja aku merasakan ada embun yang membasahi hati ini, ada aliran air yang mengalir dalam hati ini, menyejukan dan menyegarkan hati yang tandus ini karena kering akibat kegundahan dan kegusaran yang berkecamuk tak beralasan.. 

***

Setiap waktu yang kuhabiskan bersamanya adalah pembelajaran dan orientasi kehidupan, bahkan saat kita naik angkutan kota berdua, saat kita menyusuri toko kelontong barang bekas dan obralan di sepanjang jalan stasiun jati Negara sampai stasiun senen, saat aku menemani beliau kepasar ikan dan kepasar burung, ayah kau selalu memberikanku semangat dan arahan untuk memahami kehidupan yang rumit ini.
Ayahku pelopor semangatku..
obor dalam kehidupanku..
dan refleksi dari setiap mimpi dan cita-citaku..
setiap kata yang keluar dari ucapannya itu motivasi dahsyat untuk memompa semangat dan asa ku, untuk mewujudkan mimpi mimpi ku, mimpi mimpinya, mimpi mimpi kami.

Aku bangga menjadi anakmu
Dan suatu saat nanti aku akan membuatmu bangga menjadi Ayahku..
Walau tidak hari ini, bukan saat ini, dan belum sampai saat ini..
Tapi suatu saat nanti..





Untuk Ayahanda Tercinta..
Dari ananda, anakmu yang manja..
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar