Penayangan bulan lalu

Rabu, 21 Desember 2011

berdialog dengan ayah..


sudah enam belas tahun lamanya..
dan akupun tak menyadarinya..
begitu cepat semua itu berlalu..
terkadang aku berharap, aku akan selalu menjadi gadis kecil yang selalu dalam pelukan dan buaian Ayah dan Ibuku.. tetapi waktu terus berlalu, dan aku takkan pernah bisa menghentikannya..

***

dalam kehidupan yang singkat ini, selalu ada ujian, rintangan dan cobaan yang menghadang dan menguji iman dan hati ini. Hal itulah yang lebih mudah aku sebut dengan,
Fase Kehidupan..

Semua fase itu bermulai saat seorang bocah kecil mulai memasuki dunia masa remajanya. Bagi sebagian orang, masa remaja merupakan masa penuh kebahagiaan, impian, kebebasan dan penuh mukzizat terjadi disana. Tetapi tidak bagi sebagian orang lainya, masa remaja merupakan masa penuh kegalauan, kebimbangan, dan berbagai macan konflik batin terjadi disana, dan mungkin aku merupakan salah seorang yang beranggapan seperti itu.
Masa remajaku mungkin tak diwarnai oleh konflik fisik dengan makhluk sosial lainnya, tetapi justru selalu terdapat konflik dalam benak dan perasaanku..

Fase Pertama

Saat pertama kali seorang bocah baru memasuki dunia remajanya..

Mungkin bagi sebagian besar orang fase ini paling mudah untuk dianalisa secara fisik, tetapi tak seluruh orang dapat menganalisa secara emosional. Perasaan itu berbeda beda kadarnya, tergantung pola pemikiran dan karakteristik individu yang bersangkutan.

Selalu saja ada perasaan tidak enak dan kegalauan yang bergemuruh di hati dan pikiranku. Aku tak dapat menjelaskan dan menerjemahkan arti kekalutan itu. Sungguh tak dapat dijelaskan dengan katakata, semua itu berkecamuk di hatiku tanpa kutahu apa penyebabnya. Hanya satu yang ku tahu..

Rasanya benar benar tak enak dan membuat ku gusar takkaruan..

Aku bertanya kepada Bapakku,salah seorang yang benar benar berarti dalam hidupku..

Beliau pun menjawab sambil memangku ku dipelukannya, seraya membelaikan tangannya yang kasar dan penuh kapalan akibat bekerja terlalu keras untuk menafkahi keluarga yang dicintainya, tetapi tangan itu terasa sangat lembut olehku, bahkan hingga menyentuh relung hatiku yang sedang bergemuruh takkaruan.

“Anakku setiap orang pasti akan mengalami semua hal itu, dan itulah bagian dari kehidupan yang harus dilewati dan dijalanni oleh setiap orang, dan saat ini kau sedang menjalaninnya, tak usah kau bersedih hati, karena kau tak pernah sendirian, ada aku ayahmu, yang selalu ada disampingmu dan menemanimu, berdirilah di pundaku, jika kau tak dapat menahan beban dan tekanan ini sendirian”

Aku bertanya kembali dengan nada polos dan mata yang berkaca-kaca, tapi masih dapat ku tahan,

“apakah, ade akan jadi orang dewasa sekarang?”

Beliau menjawab dengan tatapan lembut dan senyum tipis di bibirnya,

“tepat nya remaja anakku, mulai saat ini kau telah menjadi lebih dewasa dan harus mempertanggung jawabkan semua perbuatan mu, karena kau telah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang benar”

Aku menjawab dengan suara parau, dan tak dapat lagi kubendung air mataku,

“ade ga mau jadi remaja, Pak. Nanti kalau ade sudah besar, pasti Bapak gak mau lagi sayang sama ade kan?” tak dapat kutahan lagi semua seluruh emosi, ketakutan dan air mata ini, hingga membanjiri pipi ini, sampai membuatku sesenggukan.

Beliau langsung memeluku dan membiarkan aku menagis di dadanya, di dalam peluknya, hingga aku tenang.

Sesudah semuanya mereda, beliau memegang pundaku dan menatap dalam kearah kedua pupil mataku, dan berkata singkat, tetapi sangat bermakna bagiku, membuat ku tenang dari segala kegalauan dan ketakutan yang tak beralasan.

“ade, walaupun saat ini atau suatu saat nanti, kau telah beranjak dewasa dan bukan ade yang kecil lagi, ade tetap anak bapak, gadis kecil kesayanganku”

Aku semakin menangis sejadi jadinya, Beliau pun menggendong dan memeluku dengan erat dalam dekapannya yang hangat.

Ayah sampai kapan pun berjanjilah, jangan pernah kau tinggalkan aku sendirian walau hanya di dalam hatimu.

***

Fase selanjutnya..

Saat seorang remaja memasuki dunia nya yang baru, mulai berfikir lebih matang dan mulai meninggalkan segala kelabilannya, mulai dapat menempatkan diri di posisi orang lain, dan mulai memasuki dunia sosialisasi yang luas dimana heterogenitas agen sosialisasi lebih kompleks disana..
dan yang terpenting, mulai belajar.. belajar memahami esensi kehidupan yang sesungguhnya..

Kukira semua telah berakhir, aku telah lulus dan memenangkan konflik perasaan ini, tapi ternyata belum. Selama jantung ini masih berdegup, selama syaraf ini masih berfungsi, semua fase itu akan terus berlangsung, terus terus dan terus, semakin lama tingkatan dan kompleksitas nya makin berat dan rumit.

Walau satu fase telah dapat ku lewati, tapi aku harus mengakuinya bahwa aku belum dapat menahan dan memikul gejolak dan perasaan ini sendirian, aku masih terlalu lemah untuk melangkah sendirian, aku belum cukup kuat untuk berpijak dan meraba kehidupan, aku masih membutuhkan pijakan dan pegangan.. 

dan aku masih mempercayakan semua itu padamu Ayah..

dalam kabut kegusaran dan kegalauan yang menyelimuti hati dan pikiran ini, aku kembali bertanya dan mencurahkan seluruh keluh resahku pada mu, ayah..

***

sudah sebulan aku dan ayahku harus berpisah, dan selama itulah aku menahan semua keresahan dan badai yang bergemuruh itu dalam hatiku sendiri.. perasaan itu datang lagi.. mungkin sudah saat nya ujian itu datang kembali untuk mengevaluasi iman dan mental yang lemah ini..

saat beliau datang aku tak tega untuk meluapkan dan mencurahkan rasa ini kepadanya. Guratan kelelahan masih sangat jelas terukir di wajah dan sekujur tubuhnya, karena ia berjuang mati matian disana, empat pekan lamanya beliau harus berjuang, bekerja keras dari subuh hingga larut, berjuang melawan rasa kesepian dan rindu yang bergejolak untuk kembali bertemu dengan anak dan istrinya yang dipisahkan ribuan mil jaraknya. Aku berfikir, betapa tak bergunanya diriku ini, aku hanya bisa mempersembahkan keluh dan resahku kepadanya..

tapi tenang pak, suatu saat nanti aku akan ku tebus setiap tetes peluh keringatmu, aku akan membuatmu tersenyum, tersentum bangga menatap ku, menatap anakmu ini, anakmu yang lemah, manja, dan selalu merepotkanmu selama ini..

***

aku diam, seolah olah tak terjadi apapun..

aku memang tak pintar mengekspresikan sesuatu..

tetapi aku lebih tak pandai menyembunyikan sesuatu yang bahkan hanya ada dalam benakku.
Terutama padanya..

“naluri bapak, menangkap suatu indikasi bahwa anak kesayanganku sedang diliputi perasaan gundah yang besar, apa benar begitu de’?”

Sambil menunduk aku menjawab “ehmm.. mungkin bisa dibilang begitu pak.”

“ade merasa, semakin umur kita bertambah kompleksitas dan masalah hidup yang datang itu semakin rumit dan kusut pak, sulit untuk ditarik ujungnya”

Dengan suara dan kharisma nya yang khas beliau menjawab, 

“Nah, itulah manusia de’, terkadang kita-lah yang memperumit dan membuat suatu permasalahan semakin pelik, runyam dan larut, tetapi jika kita bisa lebih bersabar , berfikir lebih bijak dan tenang, serta selalu berkhusnuzon, insyaAlloh semuanya diberikan kemudahan dan jalan keluar, 
Dan satu lagi anakku renungkanlah, jika kau merasa semakin lama cobaan dan ujian yang datang itu semakin berat, berarti Alloh telah mempercayakan sesuatu yang lebih besar kepadamu, engkau telah lulus ujian dari tahap yang lalu dan memasuki tingkatan yang lebih tinggi jika kau dapat melaluinya dengan ikhlas, sabar dan bijak,
Jangan habiskan energy dan pikiranmu untuk memikirkan hal-hal yang dapat menjatuhkan dirimu dan selalu berburuk sangka, semua itu tidak akan menyelesaikan masalah-masalah mu, justru akan membuatmu semakin larut di dalamnya,
Jalani saja, dan biarkan semua itu mengalir, ojo kemerungsung ndo . Tetapi kita harus dalam keadaan berusaha dan berdoa, dan jangan lupa bertawakal, serahkan dan kembalikan semuanya kepada Alloh, ketahuilah bahwa Alloh tidak pernah memberikan cobaan diluar kemampuan hamba-Nya”

Aku diam merenung, tersenyum dan mengangguk-angguk, tetapi masih penasaran dengan pertanyaan yang mengganjal dalam hati ini.

“kenapa ya pak orang hidup itu ga ada istirahatnya, selalu ada aja cobaan dan sesuatu yang harus diperjuangkan”

Beliau tersenyum dan menjawab pertanyaanku, dengan nada yang sangat menyejukan hati ini..

“anaku, itulah hidup, tak ada sesuatu pun yang instan dan cuma-cuma dalam hidup ini, semua harus diperjuangkan, itu sudah bagian dari hukum alam. De’ jika bapak analogikan hidup itu bagaikan roda, roda yang harus kita kayuh sekuat tenaga untuk mencapai tujuan yang akan kita capai dalam dunia ini. Selama kita hidup berarti selama itu pula lah kita harus tetap mengayuh pedal kehidupan, dengan cara apa?, dengan cara selalu dalam keadaan berdoa, berusaha dan bersyukur, agar kita sampai pada tujuan kita, yaitu kebahagian, bukan hanya di dunia anakku tetapi di akhirat kelak”

“dan terkadang pasti terasa sulit dan berat untuk mengayuhnya karena pasti selalu saja ada masalah dan cobaan yang datang menghadang, mulai dari batu kerikil bahkan hingga batu besar yang tak jarang membuat kita tersandung dan jatuh tersungkur, belum lagi rantai yang macet dan rem yang putus.
Jika kita aplikasikan dalam kehidupan kita harus selalu berusaha memperkecil semua halangan itu dengan selalu memperhatikan langkah dan jalan kita agar tak tersandung dari kerikil dan batu-batu kehidupan dengan cara selalu mengintropeksi dan bermuhassabah diri.
kita harus melumasi rantai kehidupan dan hati ini agar tidak macet dan terputus dengan cara selalu melumasinya dengan pelumas yang terbaik yaitu kesabaran, keikhlasan,dan kekhusyukan.
Kita harus menjaga kepakeman rem diri kita dengan prinsip yang berorientasi dan telah digariskan oleh ajaran agama kita, kau bisa memahaminya anak kesayanganku?”

Tiba tiba saja aku merasakan ada embun yang membasahi hati ini, ada aliran air yang mengalir dalam hati ini, menyejukan dan menyegarkan hati yang tandus ini karena kering akibat kegundahan dan kegusaran yang berkecamuk tak beralasan.. 

***

Setiap waktu yang kuhabiskan bersamanya adalah pembelajaran dan orientasi kehidupan, bahkan saat kita naik angkutan kota berdua, saat kita menyusuri toko kelontong barang bekas dan obralan di sepanjang jalan stasiun jati Negara sampai stasiun senen, saat aku menemani beliau kepasar ikan dan kepasar burung, ayah kau selalu memberikanku semangat dan arahan untuk memahami kehidupan yang rumit ini.
Ayahku pelopor semangatku..
obor dalam kehidupanku..
dan refleksi dari setiap mimpi dan cita-citaku..
setiap kata yang keluar dari ucapannya itu motivasi dahsyat untuk memompa semangat dan asa ku, untuk mewujudkan mimpi mimpi ku, mimpi mimpinya, mimpi mimpi kami.

Aku bangga menjadi anakmu
Dan suatu saat nanti aku akan membuatmu bangga menjadi Ayahku..
Walau tidak hari ini, bukan saat ini, dan belum sampai saat ini..
Tapi suatu saat nanti..





Untuk Ayahanda Tercinta..
Dari ananda, anakmu yang manja..
***

Konflik diri dan monolog imajiner bersama nurani..

Malam ini langit utara mendung..

Awan Colonimbus bergumpal pekat, menyelilmuti langit malam ini, hingga menutupi pesona dan cahaya rembulan sang dewi malam dan jutaan gemerlap bintang yang biasanya menghiasi langit malam yang indah..

Namun hari ini mendung, pekat dan gelap..

Semendung dan sepekat halimun yang menyelubungi dan memeluk erat hati dan pikiran ku yang bimbang dan gusar ini..

Aku duduk sendiri, termenung tanpa arah..

Pandangan ini kosong..

Karena aku sedang menyelami dan menatap jauh kedalam alam imajiner dan palung hati ku yang dalam dan gelap ini..

Tapi jari jari ini tetap menari, menari bersama pena diatas kertas yang lusuh berwarna putih kecoklatan..
Kutumpahkan seluruh rasa resah dan gundahku yang berkecamuk di dalam hati yang kosong ini, melalui guratan tipis pena biru ku..

***
Ku ingin bertanya pada sang malam..
Tapi Ia tetap diam dan membungkam..
Akhirnya ku selami hati dan pikiran ini, ku masuki jiwa dan alam bawah sadarku,
Kulakukan monolog dengan bagian dari diri ini sendiri..

Perasaan ini mengeluh dan bergumam kepada nurani dan akal sehat ku..

“Bibir ku kelu.. Tak dapat berucap..
Hanya dapat menahan semua kebimbangan dan kegusaran ini di ujung tenggorokan..

Kelopak Mata ini lelah, cekung dan menghitam, tapi tak dapat ku pejamkan..
Aku paksakan untuk terpejam, tetapi hati dan pikiran ini terus terjaga..

Lidah ini ingin mengecap, tapi tak dapat merasakan..
Semua terasa hambar, karena tertutupi getirnya kegalauan yang terus mendekap erat batin ini..

Kaki ini ingin beranjak dan melangkah..
Tetapi ragu dan bimbang, tak tahu arah..”

Hati ini menambahkan dan ikut berkeluh..

“Badai kebimbangan dan perseteruan batin, terus bergulung-gulung mengganas di dalam hati yang sempit ini..
Ku hentakan dada ini, kupukul sekencang kencangnya..
Tapi rasa itu tak mau pergi..
Ku teriakan dengan lantang sesak yang menyiksa jiwa ini..
Tapi badai itu tak kunjung mereda juga..”

Akal sehatku meredam..

“sabar, dan istighfar anak muda, jangan penuhi dirimu dengan keresahan yang kau lebih-lebihkan dan tak terdefinisikan dengan pasti, itu hanya akan memupuskan langkah dan keyakinan mu, akan memadamkan bara dalam semangat dan ikhtiarmu, bertawakallah wahai diriku yang lainnya!, jangan kau ikuti bisikan syetan yang sesat yang sedang menjajah dan melakukan agresi dalam perasaan mu itu,
Buat barikade yang kuat untuk meredam serangan dan bujukan keraguan itu!
Siapkan blokade yang kokoh dalam prinsip mu, untuk menahan kebimbangan yang merajuk itu!
Ketahuilah, bahwasanya sebagian besar dari perasaan itu di pengaruhi oleh nafsu yang datangnya dari bujuk rayu dan bisikan syetan, sobat!”

Sampai suatu saat aku terdiam, tetapi hati dan akal sehatku masih gencar berseteru takkaruan..
Aku merenung, memusabahi diri dan hati yang tandus dan gersang ini..

Mentadaburi setiap metefora dan alegori kehidupan ini, dan dari akal sehatku yang masih berfungsi dan belum terpolusi oleh keraguan yang di rapalkan setan-setan pada diri ini..

Tapi perasaan nafsu dan hati ini, tetap bersikukuh dan tetap terpenjara dan menjerit dalam keraguan, kegusaran, kegalauan, dan kebimbangan yang bercampur aduk menjadi satu..
Semakin memuncak perseteruan batin ini..
Semakin bergetar hebat batin ini, getaran nya kencang bahkan amplitudonya mungkin sudah mencapai titik maksimal..

Perasaan ini membenarkan, tapi akal sehatku menentang habis-habisan..

Arrrrgghhhhh.. pertarungan itu semakin bergejolak, membuatku berantakan, kacau tak karuan..
Aku selalu berusaha menata dan meredam sengitnya pertarungan yang tak dapat terdefinisikan itu, dengan selalu berdo’a memohon petunjukNya, dan terus menerus membaca buku sebagai refrensi-refrensi akal sehatku untuk menekan agresi-agresi yang dilancarkan dengan sengitnya oleh para setan-setan yang sedang mengembala hati ini menuju jurang kegelapan..

Aku merasa sendirian.. berantakan, dan perlahan mulai memupuskan idealisme-idealisme yang ku ikrarkan dalam hati, dan kembali berbelok arah..

Tetapi Bagian dari diriku yang lain tak rela dan bersi kukuh pada prinsip yang aku pilih dan mulai aku jalani. dan ia mengingatkan..

“Kau tidak pernah sendirian ai, bahkan disaat kau benar-benar merasa kesepian. Alloh selalu ada di dekatmu.. sangat dekat.. bahkan jauh lebih dekat dari urat nadi mu”

Aku tersadar dan terbangun dari mimpi yang kosong saat aku masih tetap terjaga..
Aku beristighfar dan aku berusaha meresapi maknanya dalam-dalam, walau bibir ini kelu dan kaku tak berhenti bergetar..

Aku buka musyhaf-ku, musyhaf kesayanganku, hadiah dan kenangan berharga yang ku dapatkan dari lomba MTQ sekecamatan waktu SD dulu..

Aku hayati dan kurenungi setiap ayat dan makna terjemahanya..
Ku berusaha sekuat hati, walau syetan selalu membisiki dan merapalkan kesesatan dan gangguanya untuk membuat hati ini tidak khusyu, membuat hati dan pikiran ini terus menggumam, bergejolak, bertempur mati-matian..

Takan pernah habis halaman ini jika ku detailkan dan spesifikasikan rasa gundahku saat itu..

“Aku percaya kawan-kawan pasti pernah merasakan.. kalau-pun belum, suatu saat nanti pasti akan merasakan pertentangan, getaran dan gemuruh yang dahsyat itu..dan persiapkanlah mental dan imanmu kawan”

Kembali ke tema pokok pembahasan utama ku, mengenai fase kehidupan..

Mungkin rasa gundah, gusar dan takkaruan itu, selalu menjadi tanda dan pintu gerbang dari sebuah awal perubahan..

Perubahan, bukanlah sesuatu yang mudah dan instan.. semua itu butuh kesiapan, kesabaran dan kemantapan untuk menghadapi konsekuensi dari perubahan itu sendiri.. tak sedikit perubahan yang selalu di warnai oleh konflik, konflik yang panjang yang berat dan berliku..

Sebagai seorang bocah yang awam , masih dungu dan kikuk akan kerumitan dunia yang sulit dimengerti ini, Satu hal yang dapat kusimpulkan..

“Untuk mencapai suatu kesempurnaan dalam sebuah proses perubahan, tidaklah instant, butuh proses yang panjang. Dan selama proses yang panjang itu berlangsung membutuhkan, kesabaran, keyakinan, keteguhan, dan keikhlasan..”

Akal dan nuraniku melengkapkan.

“Dan mari kita mengawali perubahan itu, dengan terlebih dahulu memilih dan menentukan prinsip hidup kita.. sebagai mana yang pasti dilakukan setiap remaja yang mulai belajar berpijak dan belajar melangkah sendirian, walaupun tak sepenuhnya sendirian.. karena kita takan selamanya jadi anak kecil yang selalu berlindung dibalik punggung orang tua kita, karena tidak selamanya kita dapat bertumpu diatas pundak ayah dan ibu kita..

Prinsip yang nantinya kita jadikan ideologi, paradigma, orientasi dan landasan idil-kita dalam menentukan sikap dan menjalani kehidupan yang sedemikian semakin ganas menggencar..

Walau awalnya kita akan tergopoh-gopoh..
Walau itu akan rumit..

Walau itu sungguh berat..

Walau itu tak semudah yang kita ucapkan..

Walau itu takkan semudah yang kita harapkan

Walau itu tak semudah yang kita rencanakan..

Walau itu akan sangat panjang dan terus.. terus..

Walau terkadang ucapan tak selalu sejalan dengan perbuatan..

Walau, rasanya sebagian dari hati ini tak membenarkan..

Walau rasanya seluruh sel-sel dari tubuh ini mendidih dan menolaknya, menolak antigen yang kontradiksi dengan apa yang selalu dipertahankanya pada masa lalu.. prinsip baru itu bagaikan protein asing dalam darah ini yang siap mengakibatkan penggumpalan dan kematian, tapi jika kita dapat melewati prosesnya, antigen itu justru akan berubah menjadi serum anti biotik yang menawarkan segala racun di hati ini.. di pikiran ini.. tak peduli seberapa mematikannya racun yang terdapat dalam kehidupan ini..

Walau pasti selalu akan terjadi penolakan atau konflik secara internal yang telah ku gambarkan diatas, yaitu konflik yang akan terjadi pada perasaan dan akal sehat mu.
Walau pasti akan selalu terjadi penolakan secara eksternal, dari lingkungan dan orang-orang di sekitarmu, mereka akan merendahkan mu, mencerca mu, meremehkan-mu, dan selalu memprovokasi mu untuk selalu mengulang lagi kesalahanmu..

Bahkan sebagian dari mereka tertawa dan berkata,

“seberapa lama kau bisa mempertahankan prinsip mu yang konvensional, ortodoks, dan kolot itu, aku akan menunggu mu sobat, menunggu saat kau menelan dan menjilat kembali bualan-bualan konyol prinsip mu itu ga masuk logika tau! , pastikan aku adalah orang yang akan tertawa paling keras saat aku mendapati mu menelan semua teori teori konvensional bin ortodoks itu, hahahaha”

Aku tak bisa membalas kata-kata mereka saat ini, jika aku menjawabnya saat ini, mungkin aku akan sama seperti mereka, menjadi pembual yang mengumbar janji-janji, aku hanya bisa bergumam dalam hati 

“Seberapa kronis kemajuan zaman ini yang menyebabkan peyorasi moral dan norma terjadi begitu jauh dari tempat asalnya, yang benar dibilang ortodoks, yang sesungguhnya dibilang konvensional, ketinggalan peradaban lah, tidak dinamislah.”

Sebagian dari mereka juga berkata..

“haha jangan lebai kau, aku tak yakin kau bisa, jangan persulit hidupmu, nikmati saja hidup ini seperti air mengalir, terlalu dini untukmu bocah!”

Aku hanya tersenyum menahan semua keidealisan dalam diriku, sempat ku tak bisa menahan diri, ingin kupatahkan argument dan opini mereka itu, tapi aku sadar sekarang bukanlah saatnya teman, aku tersenyum dalam hati, bahkan sebenarnya kau tak tahu arti dari filosofi ‘seperti air mengalir sobat’.”

Aku tak mau jadi pengumbar janji..

Aku tak ingin jadi pembual ambisi

Aku hanya ingin selalu berusaha menghargai kesempatan ini..

Apa itu salah?

Walau ku tahu seribu kali aku mencoba untuk terbangun, tetapi sebanyak itu pula-lah aku terus terjatuh dan terjatuh..

Satu yang kuyakini, selalu ada beribu-ribu dan jutaan kesempatan kedua, kalau kita ingin memperbaikinya..

Dan aku juga berusaha agar tidak menjadi pembual yang kepenuhan teori, tapi tak ada aksi..

Walaupun aku adalah bagian dari pembual dan pecundang itu sampai saat ini..

Aku kembali gamang dalam kebimbangan, aku Tanya pada akal sehat ini..

“apakah aku pantas dan bisa berubah?”

Ia menjawab
“Tanya pada nurani dan hati kecil mu kawan, ia lebih mengetahuinya dan berhak menjawabnya, aku disini hanya sebagai pengontrol mu saja sobat.”

Aku memasuki ruang sempit dalam batin ku, ku ketuk pintunya dengan merenung mengali dan terus menggali..

Hati kecil pun menjawab..
“setiap manusia pasti bisa berubah kawan, pasti selalu ada prosesnya, lama atau tidaknya tergantung niat, ikhtiar, dan doa kita.. dan tentunya pasti selalu disertai dengan ujian, cobaan dan tempaan-tempaan yang akan membuat kita semakin jadi kuat..

Nuraniku menambahkan dan menguatkanku, dari apa yang ia resapi dalam buku-buku yang ku baca..

“seorang nabi harus melalui tempaan-tempaan yang dahsyat luar biasa, baru ia matang dan dapat menyampaikan risalah-Nya dengan baik,

Seorang Nabi Yusuf harus di buang kedalam sumur, difitnah, dan dihukum, baru Alloh memuliakan derajatnya..

Seorang Umar Bin Khatab r.a, sahabat nabi ,sebelum Ia menjadi salah seorang yang dijamin masuk ke surga-Nya, Ia pernah mengalami Jahiliyah,Ia pernah menanam putri nya yang masih kecil hidup-hidup, Ia pernah menentang dan ingin membunuh Rasulullah SAW.

Maka dari itu, janganlah kau pupuskan dan lepaskan prinsip yang telah kau pilih anak muda, selama itu baik dan haq kebenaranya. Teruslah berjalan dan menatap lurus ke depan, jangan kau hiraukan bisikan-bisikan dan provokasi setan dan orang-orang itu, anggap saja mereka hanya figuran antagonis dalam alur perjalanan hidup mu, nak”

***

Halimun kegalauan yang pekat menyelimuti hati ini perlahan memudar, menipis dan menghilang..
Itu juga berkat doa dan dukungan dari sebagian kecil orang-orang yang masih mau berbaik hati, membimbing, dan mendoa’kan ku..

Dan dari buku-buku yang senantiasa menemaniku menjelajah ke alam jutaan ilmu, 

Satu bait syair yang ku ingat dan menyejukan jiwaku

*Wahai manusia yang paling berbahagia,
Dengan agama dan akhlaknya
Tanpa mutiara, perhiasan, dan emas engkau bahagia
Karena tasbihmu bagai kabar gembira, rintik hujan, sinar fajar,
cahaya mentari dan awan yang tiada berhenti mengalir;
dalam sujud, doa, dan perenunganmu terhadap cahaya kitab-Nya
yang menyeruak dari celah-celah sebuah gua,
lalu oleh Rasul Rabb-Mu dipancarkan kepada segenap bangsa arab dan romawi
Engkau adalah yang paling bahagia di dunia dan akhirat
Dengan kesucian hatimu yang dibangun dengan taqarrub..*

Terima kasih semuanya..

Ku tahu ini baru permulaan, masih banyak lagi dan masih berat lagi ujian yang akan menghadang di tengah-tengah kehidupan hedonis dan tantangan zaman dan kemajuan peradaban yang mengepung ini, yang akan mengevaluasi keyakinan dan keteguhan hati yang rapuh ini..

***

Saat ku hentikan penyelamanku kedalam samudera palung hati ku yang dalam, waktu menunjukan pukul tiga dini hari.. tak terasa waktu cepat sekali berlalu, sudah kuhabiskan enam jam waktu hidupku untuk duduk termenung dan menyelami dalamnya dan gelapnya samudera hati ini. Ku tengok keluar jendela, langit tak lagi mendung dan pekat, gumpalan-gumpalan awan itu menghilang, tertiup angin. rembulan muncul meninggi di balik pepohonan, langit bersih, sebersih dan seterang hati ku saat ini, tak lagi ada kabut keraguan dan kegamangan yang menyelimuti hati ini..

Tapi aku tak tahu, kapan mendung itu akan kembali menyergap dan memudarkan cahaya rembulan dalam hati ini..

***
Satu lagi fase yang sedang dan telah aku lewati..

Dan aku percaya,secara garis besar semua orang dan remaja pasti pernah dan akan mengalaminya..
dan sebagian dari kita, mungkin lebih memilih untuk bungkam, diam, pasrah dan berlari..

aku disini hanya ingin berbagi kawan..

Semoga ada hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil dari sana..

Satu pesan yang sangat berarti bagi ku dan semoga bagi kalian,

“jangan pernah sekalipun merasa takut untuk masuk dan menyambut perubahan, tutup lembaran masa silam, jadikan itu pelajaran tapi jangan jadikan dinding penghalang menuju perubahan. Tutup mata dan telinga mu dari derasnya bujukan, bisikan, dan cercaan figuran antagonis itu, tetap tersenyum di tengah-tengah kebimbangan dan penolakan. Dan sambut lalu ucapkan “selamat datang perubahan” dengan kemantapan, keyakinan, keikhlasan, ketulusan, dan senyuman”

Mari sama sama kita berjuang kawan…

untuk melewati satu lagi fase dan ujian dalam kehidupan..

karena aku disini, hanya sebagai seorang bocah yang sedang berusaha memahami esensi kehidupan..
berusaha menafsirkan setiap alegori kehidupan..
berusaha menyusuri lorong-lorong dan labirin kehidupan..


januari 2010